Kamis, 08 November 2012

Nirwana, gadis tangguh


Di sebuah desa kecil, tinggallah seorang ibu tua bersama satu anak perempuannya yang cantik jelita, anak itu bernama Nirwana. Nirwana adalah seorang gadis cantik berjiwa tangguh dan tidak mudah putus asa. Dia tinggal di sebuah gubuk kecil di dekat laut bersama ibunya yang sudah bertambah tua. Ayahnya meninggal ketika dia masih berumur 4 tahun. Ayahnya meninggal saat berperang melawan bajak laut yang akan membawa lari harta benda dan keluarganya. Ayahnya pernah berkata pada Nirwana ‘Sesungguhnya ayah lebih baik kehilangan harta benda daripada keluarga, bila keduanya tidak termasuk dalam pilihan. Lebih baik ayah mati demi mempertahankan keluarga, termasuk kamu nak’. Itu yang selalu Nirwana ingat saat ayahnya mempertaruhkan dia dan ibunya. Dan saat ini, Nirwana harus bertahan hidup tanpa ayah.
Di desanya, Nirwana terkenal seorang gadis yang tangguh. Dia berusaha keras untuk menghidupi kehidupan bersama ibunya. Dia tak pernah peduli apa cacian orang-orang tentang dirinya. Dia selalu yakin kalau hidup ini bukan soal ‘kata orang aja’. Sampai suatu saat, ibunya menyuruhnya untuk pergi ke kota mencari kehidupan lebih baik. Tapi Nirwana tidak mau, dia tidak ingin meninggalkan ibunya sendiri di sini. Dia tidak mau bila suatu saat nanti dia kembali, ibunya telah tiada. Dia ingin bersama ibunya sampai kapanpun. Sampai Tuhan memisahkan mereka, dengan maut. Ibunya hanya bisa diam seraya tersenyum haru lalu memeluk Nirwana dengan tubuhnya yang mulai meringkih.
Suatu saat, Nirwana sedang mencari ikan di laut bersama nelayan yang lain. Di tengah perjalanan, awan mulai mendung. Angin bertambah kencang, padahal ikan yang dia dapat belum seberapa bila harus dijual lagi. Dia tetap meneruskan perjalanannya. Sampai pada akhirnya hujan turun deras. Ibu Nirwana mulai khawatir. Sedari tadi anaknya belum pulang, awan sudah terlihat sangat gelap. Ibu Nirwana lalu keluar ke dekat pintu. Dia menunggu anaknya datang seraya berdoa. Hingga hujan reda, anaknya belum juga datang. Dia mulai khawatir yang berlebih. Sampai akhirnya, Nirwana datang membawa banyak hasil memancingnya. Ibunya bahagia anaknya selamat. Nirwana bahagia ibunya menunggu, lalu mereka berpelukan.
Esoknya, Nirwana pamit untuk mengajar anak-anak di sebrang desanya. Dia memeluk ibunya dengan erat, seolah hari itu adalah hari terakhir bersama ibunya. Tapi dia enggan berprasangka dulu. Langkah Nirwana saat itu terasa berat untuk pergi, tapi dia harus pergi. Segera mungkin dia berlari, meninggalkan ibunya yang mengantarkannya hingga pintu seraya tersenyum melambaikan tangannya.
Sampai di tempat mengajarnya, hati Nirwana biasa saja. Dia tidak merasakan apapun yang akan terjadi, hanya saja dia merasakan ada yang berbeda hari itu. Dia kembali mengajar dengan perasaan tak menentu. Sampai terdengar kabar bahwa di desanya telah terjadi badai besar yang memporak porandakan rumah-rumah. Dia teringat ibunya. Tanpa pamit, lalu dia pergi berlari kembali ke desanya terutama ke rumahnya. Di jalan, dia menangis tanpa harus tahu akan berbuat apa.
Setelah tiba di desanya, dia melihat rumah hancur tanpa bekas. Hanya runtuhan yang terlihat. Lalu dia menuju ke rumahnya dengan berlari. Dia melihat rumahnya hancur, dia segera mencari ibunya. Dan alhasil dia menemukan ibunya sedang tertidur dengan memegang baju kesayangan Nirwana. Ibunya tidur untuk selamanya. Nirwana menangis, memeluk ibunya yang sudah tidak bernyawa. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Dia teringat pada perkataan ibunya tadi pagi ‘Nak, kalau nanti kamu pulang tapi tidak ada makanan di meja berarti ibu sedang tidur. Ibu mohon jangan bangunkan ibu yah’ . Nirwana hanya mengiyakan tersenyum lalu pergi. Mungkin itu pertanda bahwa ibu memang tidur. Tidur untuk selamanya. Nirwana tidak larut dalam kesedihan itu, segera dia memanggil orang-orang untuk membantu menguburkan ibunya di dekat makam ayahnya. Nirwana ikhlas, dia hanya berkata dalam hati ‘kenapa rasanya begitu cepat’..
5 tahun kemudian...
Nirwana kembali ke desanya bersama suaminya, Neptunus. Setelah kejadian itu, Nirwana merantau ke kota untuk mencari hidup yang lebih baik. Ibunya dulu pernah berkata ‘kalau kamu bisa hidup lebih baik, kenapa kamu harus tetap larut dalam kesedihan?’. Dia menetapi apa perkataan ibunya. Dia berjanji, jika dia sudah punya anak nanti. Dia akan mengajak anak dan suaminya untuk melihat desanya terutama makam kedua orang tuanya. Nirwana mengajarkan pada anaknya bahwa kita harus tangguh. Dia menunjukan pada anaknya bahwa makam itu adalah makam orang-orang tangguh, yaitu kedua orang tuanya.
Nirwana tersenyum, sambil memandang lautan. Dia tahu bahwa saat ini Nirwana hanya rindu pada kedua orang tuanya. Dan akan selalu rindu, tanpa harus menjadi gila.
Sekarang, Nirwana hidup bahagia bersama suami dan anak lelakinya. Dan dia berjanji akan selalu berkunjung untuk mengobati rindu pada kedua orang tuanya. Nirwana berkata dalam hati ‘terimakasih bu, terimakasih yah’ ...
Sekian.

Merinduku dengan caramu, selalu menunggu


Untuk kamu, yang selalu menungguku di depan pintu
Saat ini aku sedang merindumu
Merindu dengan lebih, sampai titik dimana aku harus tahu
Saat ini, kamu tidak di sini bersamaku

Untuk kamu, yang selalu menungguku di depan pintu
Tidakkah lelah kamu selalu menunggu?
Menunggu ketidak hadiranku
Yang membuatmu rindu, seperti sendu memegang pilu. 
Menyakitkan.

Untuk kamu, yang selalu menungguku di depan pintu
Kamu bergerak melemah
Tersungkur jatuh, tapi tetap menunggu
Sedang aku, berjalan lamban
Seolah tak ingin kamu
Tapi kamu tetap menunggu

Untuk kamu, yang selalu menungguku di depan pintu
Kamu lelah tapi tak ingin menyerah
Kamu berjuang demi aku, meski aku tak pernah mengerti
Dan kamu tetap menunggu, meski aku berlalu meninggalkanmu

Untuk kamu, yang selalu menungguku di depan pintu
Terimakasih atas segala
Tanpa harus kamu banyak meminta
Kamu selalu saja menerima, apapun aku dan bagaimanapun aku

Untuk kamu, yang selalu menungguku di depan pintu
Maafkan aku terlalu mengabaikanmu
Berjalan di depanmu dengan tegap
Sedangkan kamu berjalan ringkih di belakangku
Aku tahu kamu butuh genggamanku, tapi aku?
Seperti tidak peduli, bahkan tidak mau tahu

Untuk kamu, yang selalu menungguku di depan pintu
Dapatkah kamu tetap menunggu? Benar-benar menunggu?
Sampai saatnya aku mengerti lalu kembali
Datang padamu, berlutut padamu, memelukmu
Seraya kamu akan tahu bahwa
Aku, saat ini dan entah sampai kapan nanti
Akan lebih mencintaimu
Seperti kamu, meski tak sama
Tapi aku belajar menerima
Bukan banyak meminta

Untuk kamu, yang selalu menungguku di depan pintu
Terimakasih sekali lagi, atau bahkan maaf beribu kali
Karnamu, aku bertahan hidup 
Karnamu, ada aku dengan segala keterbatasanku
Dan karnamu tetap menunggu, aku mau di tiap kamu aku selalu ada
Dalam doa, meski aku tak pernah tahu apa isinya

Rabu, 26 September 2012

Boleh meminta? Aku ingin kamu. Di sini. Tanpa kamu harus banyak tanya ‘kenapa’

Kamis, 13 September 2012

Bisa jadi

Saya hanyalah bagian yang anda tidak ketahui. Yang sama sekali tidak anda rasakan secara dalam. Yang kalau dikata ‘invisible’ . Itu perumpamaan kecil. Bisa jadi, anda hanya menganga dan sama sekali tak mengerti bahkan tak mau larut membahasnya. 

Ilusi-fiktif-imajnasi. Ya kamu!


Untuk kamu yang tiba-tiba datang. Kembali di hadapanku.
Terimakasih telah datang kembali di sini. Menemuiku dan sejenak mencairkan kebekuanku.
Aku sempat berfikir, akankah kau pergi lagi dan tak kembali?
Tapi untuk ini aku tak begitu peduli. Hanya bertanya, tak sempat berharap untuk kau tetap tinggal.

Untuk kamu yang entah berapa lama tak bisa terlupa. Tetap menetap di pikiranku.
Terimakasih telah mencoba tetap tinggal. Meski hanya ruh. Raga yang tak melekat. Tak mengapa.
Merasa terusikkah? Katakan saja, tak usah bersegan diri.
Bukankah telah terbiasa bersegan diri karna ulahku?

Untuk kamu yang diam-diam tetap ku amati. Sediakah kamu untuk tetap kuamati?
Atau kamu ingin aku mencoba cara lain?
Sudahlah, mengamatimu itu pekerjaan yang kusenangi.
Kalau saja pelajaran mendeskripsikan tentangmu ada.
Akan kucoba, pasti saja akulah pemegang nilai tertinggi.

Untuk kamu yang tak pernah tahu aku. Aku hanya sekumpulan keping yang berusaha jadi utuh.
Ini saja yang perlu kamu tahu. Ada aku. Itu saja.
Setidaknya aku sedikit memaksa. Bukan itu. Menyakinkan. Ya.

Untuk kamu yang hanya ilusi bagiku. Semakin memaksa nyata, semakin terlihat ilusi.
Ilusi. Fiktif. Hanya imajinasi.
Imajinasi yang sekiranya melampaui batas. Tak peduli. Ini kenyataan yang harus kamu terima.
Bahwa kamu ilusi dan akan tetap kunanti.

Terimakasih untukmu, kado terilusi yang menyenangkan.
Suatu saat nanti, kamu ada. Di sini. Di sampingku. Menemaniku meniup lilin ini. 

Rabu, 15 Agustus 2012




Kosong bukan berarti selalu kosong , katakan kosong tapi tak benar-benar kosong.

Sabtu, 04 Agustus 2012

Bolehkah aku......?

Bolehkah aku sekedar tahu namamu? Agar tak begitu larut aku memperhatikanmu
Bolehkah aku melihatmu lebih lekat? Agar banyak rindu yang selalu kudapat
Bolehkah sedikit saja aku mendengar suaramu? Untuk ku kenali saat aku tak memandangmu
Bolehkah aku mencintaimu sangat banyak?
Pertanyaanku memang sederhana, tak ada guna, atau semacam goresan pena yang hina.
Salahkah aku yang mencintaimu diam-diam?  Memaksamu hadir di tiap lamunan?
Baiklah akan kusudahi beberapa pertanyaan konyol yang enggan hilang

Sebentar, kutata hatiku dulu agar tak terkesan buru-buru
Biar kau tak menganggapku gagu atau bahkan menganggapku tak tahu malu
Sudahkah benar,duhai kau yang membuatku rindu?
Kau nyata tapi tak dinyatakan, seperti bayangan cermin yang tak dapat kugenggam erat
Hanya bisa kusentuh dengan semu

Sederhana bukan?
Ini semua keserbasalahanku, aku yang baru menginjak dewasa tak kuasa menahan geloramu
Kamu yang menatapku sekejap, dan aku yang menatapmu dengan lengkap.
Adakah yang salah dari rasaku?
Tak perlu kau jawab cepat-cepat, sejenak saja sungkurkan badanmu ke hadapku maka kau akan tahu
Mataku sendu bila merindumu